Gambar Sampul IPS · BAB XII PENGENDALIAN PENYIMPANGAN SOSIAL
IPS · BAB XII PENGENDALIAN PENYIMPANGAN SOSIAL
Sugiharso

24/08/2021 13:36:36

SMP 8 KTSP

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

Bab XII Pengendalian Penyimpangan Sosial

167

Apa nasihat orangtuamu hari ini atau kemarin? Pernahkah kalian melanggar nasihat

orangtua? Biasanya orangtua meminta kita untuk bertindak hati-hati, bersikap rendah hati,

selalu menaati peraturan-peraturan yang ada. Tapi kita juga tahu bahwa di mana pun kita

berada di situ selalu ada aturan atau norma.

Ketika kalian berada di rumah perilaku kalian harus sesuai dengan aturan-aturan yang

ada di rumah, misalnya, harus disiplin, keluar rumah harus pamit, membersihkan kamar

tidur, hormat pada orangtua, belajar, dan seterusnya. Di sekolah kalian juga harus mematuhi

aturan-aturan sekolah, seperti: mengikuti upacara, memakai seragam, masuk dan pulang

tepat waktu, tidak boleh membolos, mengerjakan tugas-tugas, membayar SPP, mempunyai

buku, mengikuti pelajaran dengan tertib, mengikuti ulangan, dan sebagainya.

Aturan-aturan yang berlaku di masyarakat disebut dengan norma-norma sosial. Tujuan

akhir yang ingin dicapai dari ketaatan terhadap norma-norma sosial adalah agar kehidupan

sehari-hari masyarakat bisa berjalan dengan tertib.

BAB

XII

PENGENDALIAN PENYIMPANGAN

SOSIAL

Setelah membaca bab ini kalian diharapkan mampu menjelaskan pengertian

pengendalian penyimpangan sosial dan mendeskripsikan berbagai jenis-jenis

pengendalian sosial, cara-cara pengendalian, dan peran pranata sosial dalam

upaya pengendalian sosial

PETA KONSEP

Kata Kunci

Pengendalian sosial, jenis pengendalian, cara-cara pengendalian,

pranata sosial pengendalian sosial

PENGENDALIAN SOSIAL

PERANAN PRANATA SOSIAL

DALAM PENGENDALIAN SOSIAL

JENIS PENGENDALIAN

CARA PENGENDALIAN

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VIII

168

Sayangnya tidak semua anggota masyarakat selalu mematuhi norma-norma sosial yang

berlaku di masyarakatnya. Selalu saja ada sebagian anggota masyarakat yang melakukan

pelanggaran terhadap norma-norma sosial, dengan berbagai motif atau alasan. Untuk itu

perlu ada upaya pengendalian sosial terhadap perilaku-perilaku menyimpang.

Gambar 12.1.

Sebelah kiri adalah poster para pendukung salah satu tim kesebelasan sepak

bola Jakarta, sedangkan sebelah kanan poster lawan. Aturan pembuatan poster tidak

ditegakkan.Hal semacam ini dapat memancing kerusuhan atau tawuran antar pendukung

(Sumber: www.ligaindonesia.com )

A. PENGENDALIAN SOSIAL

Pengendalian sosial merupakan tindakan ‘pengawasan’ terhadap kegiatan atau perilaku

anggota-anggota masyarakat (kelompok) agar tidak menyimpang dari norma dan nilai

sosial yang berlaku. Pengendalian sosial (social control) telah ada sejak manusia hidup

berkelompok.

Pengendalian sosial kerap berkaitan erat dengan norma dan nilai sosial. Bagi anggota

masyarakat, norma sosial mengandung harapan dan dijadikan sebagai pedoman bertindak.

Namun, masih saja terjadi penyimpangan dari norma-norma yang berlaku. Maka, agar

masyarakat berlaku sesuai dengan pedoman itu, pengendalian merupakan mekanisme

untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan

mengarahkan orang untuk bertindak menurut

norma-norma yang telah melembaga.

Pengendalian sosial (social control) adalah cara

dan proses pengawasan yang direncanakan atau

tidak direncanakan yang bertujuan untuk mengajak,

mendidik, atau bahkan memaksa warga masyarakat

agar mematuhi norma dan nilai yang berlaku.

Pengendalian sosial berproses pada tiga pola,

yaitu pengendalian sosial kelompok terhadap

kelompok, kelompok terhadap anggota-anggotanya,

dan pengendalian pribadi terhadap pribadi

lainnya.

Gambar 12.2.

Berkumpul bersama-sama anak-

anak merupakan tindakan yang cukup efektif

untuk menanamkan nilai dan norma sejak dini

(Sumber : www.letskids.com ).

Bab XII Pengendalian Penyimpangan Sosial

169

1.

Pengendalian kelompok terhadap kelompok

Terjadi apabila suatu kelompok mengawasi perlaku kelompok lain. Misalnya polisi sebagai

satu kesatuan mengawasi perilaku masyarakat agar tercipta keamanan dan ketertiban.

2.

Pengendalian kelompok terhadap anggota-anggotanya

Terjadi apabila suatu kelompok menentukan perilaku para anggotanya. Misalnya

kelompok guru mendidik dan membina siswanya, atau Korpri (Korps Pegawai Negeri)

mengendalikan semua nggota pegawai negeri.

3.

Pengendalian pribadi terhadap pribadi lainnya

Terjadi apabila individu mengadakan pengawasan terhadap individu lainnya. Misalnya

ibu mendidik anaknya untuk mematuhi aturan dalam keluarga.

Gambar 12.3.

Tiga pola pengendalian sosial, dari kiri ke kanan, pengendalian kelompok kepada

kelompok, kelompok pada anggotanya, dan pribadi terhadap pribadi lainnya (Sumber : www.

i3.photobucket.com)

Ada tiga proses sosial utama yang perlu mendapat pengendalian sosial, yaitu:

1.

Ketegangan sosial antara adat istiadat dengan kepentingan individu

2.

Ketegangan sosial yang terjadi karena benturan kepentingan antar golongan khusus

3. Ketegangan sosial yang terjadi karena ada orang atau kelompok penyimpang yang

sengaja menentang tata kelakuan.

Pengendalian ini bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan

perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

B. JENIS-JENIS PENGENDALIAN SOSIAL

Pengendalian sosial dimaksudkan agar anggota masyarakat mematuhi norma-norma

sosial. Untuk itu ada beberapa jenis pengendalian. Penjenisan ini dibuat menurut sudut

pandang dari mana seseorang melihat pengawasan tersebut.

1. Pengendalian Preventif, Represif, dan Gabungan

Menurut sifat dan tujuannya, ada tiga jenis pengendalian, yakni pengendalian preventif,

represif, dan gabungan antara keduanya (preventif-represif).

a.

Pengendalian preventif

Merupakan usaha pencegahan terhadap terjadinya penyimpangan terhadap norma

dan nilai. Jadi, usaha pengendalian sosial yang bersifat preventif dilakukan sebelum

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VIII

170

terjadi penyimpangan. Untuk menghindari

kemungkinan agar tidak sampai terjadi

tindakan menyimpang, perlu dilakukan

pencegahan sedini mungkin. Usaha-usaha

pengendalian preventif dapat dilakukan

melalui pendidikan dalam keluarga dan

masyarakat (informal) dan pendidikan di

sekolah (formal). Contoh-contoh pengendalian

yang bersifat preventif ialah menanamkan

sopan santun, tata krama, ketertiban dan

disiplin melalui bimbingan, pengarahan, dan

ajakan.

b. Pengendalian represif

Berfungsi untuk mengembalikan keserasian yang terganggu akibat adanya pelanggaran

norma atau perilaku menyimpang. Untuk mengembalikan keadaan seperti semula perlu

diadakan pemulihan. Pengendalian yang diadakan setelah terjadi pelanggaran disebut

pengendalian represif. Jadi, pengendalian disini bertujuan untuk menyadarkan pihak

yang berperilaku menyimpang tentang akibat dari penyimpangan tersebut, sekaligus agar

dia mematuhi norma-norma sosial. Misalnya kepada siswa yang melanggar peraturan

sekolah dikenai sanksi agar ketertiban sekolah terjaga dan si pelanggar tidak mengulangi

perbuatannya.

Gambar 12.5

. Siswa SMA yang terlibat dalam sebuah tawuran dikumpulkan di salah satu ruang

untuk mendengarkan pengarahan dari kepala sekolah (Sumber : www.ateimage.wordpress.com

dan sma1jember.info )

c.

Pengendalian sosial gabungan

Merupakan usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan

(preventif) sekaligus mengembalikan penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma-

norma sosial (represif). Usaha pengendalian dengan memadukan ciri preventif dan represif

ini dimakasudkan agar suatu perilaku tidak sampai menyimpang dari norma-norma dan,

kalaupun terjadi, penyimpangan itu tidak sampai merugikan yang bersngkutan mauoun orang

lain yang dilibatkan. Usaha ini dapat dilakukan lebih dari satu kali, yaitu tindakan pencegahan

Gambar 12.4

. Pengendalian preventif yang dilakukan

melalui pendidikan dalam keluarga dan masyarakat

(Sumber : www.khrisnabank.com )

Bab XII Pengendalian Penyimpangan Sosial

171

sebelum seseorang melakukan penyimpangan dan selanjutnya tindakan pengendalian setelah

orang itu melakukan penyimpangan. Jadi, usaha pengendalian pertama dan kedua saling

terkait (terpadu). Misalnya, untuk mengawasi agar siswa tidak bolos pada jam pelajaran,

sekolah memberlakukan piket (preventif). Walaupun sudah dicegah, ternyata masih ada

siswa yang bolos. Untuk mengembalikan ketertiban (tidak bolos) akibat perbuatan tersebut,

dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku (represif).

2. Pengendalian Resmi dan Tidak Resmi

a.

Pengendalian resmi (formal)

Ialah pengawasan yang didasarkan atas penugasan oleh badan-badan resmi, misalnya

negara maupun agama. Badan resmi kenegaraan mengawasi sejauh mana kepatuhan

masyarakat terhadap peraturan-peraturan negara, seperti undang-undang dasar negara,

ketetapan-ketetapan resmi negara, keputusan-keputusan resmi negara, pelaksanaan hukum

pidana dan hukum perdata. Cara-cara pengendalian (pengawasan) diatur dengan peraturan-

peraturan resmi. Lembaga-lembaga yang bertugas untuk ini adalah kepolisian, kejaksaan,

dan pengurus keagamaan.

Gambar 12.6. Seorang polisi lalu lintas sedang menjalankan tugas mengatur lalu lintas

sebagai salah satu bentuk pengendalian sosial (Sumber : www.soe-geng.wordpress.com)

b. Pengendalian tidak resmi (informal)

Dilaksanakan demi terpeliharanya peraturan-peraturan tidak resmi milik masyarakat.

Dikatakan tidak resmi karena peraturan itu sendiri tidak dirumuskan dengan jelas, tidak

ditemukan dalam hukum tertulis, tetapi hanya diingatkan oleh warga masyarakat. Petugas-

petugas pengawasan pun tidak diangkat secara resmi, tetapi hanya disepakati oleh satuan-

satuan budaya yang ada di masyarakat. Meski demikian, tidak berarti bahwa keefektifan

pengawasan menjadi berkurang karena pengawasan tidak resmi menjadi lebih halus dan

spontan, namun pengaruhnya seringkali lebih tajam dan hasilnya lebih besar (efektif).

Contohnya seperti yang dilakukan oleh asrama, keluarga, RT, paguyuban, agama, dan

sebagainya. Pemimpin kelompok cukup efektif dalam mencegah terjadinya penyelewengan

dan menghindari masuknya pola-pola kelakuan yang kurang sesuai dengan pola kehidupan

kelompok.

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VIII

172

Gambar 12.7

. Komunitas RT-RW dengan semua perangkat dan sarananya

lebih efektif untuk mengendalikan perilaku warga (Sumber : www.djaloe.wordpress.com)

3. Pengendalian Institusional dan Pengendalian Berpribadi

a.

Pengendalian institusional

Ialah pengaruh suatu pola kebudayaan yang dimiliki lembaga (institusi) tertentu. Pola-

pola kelakuan dan kaidah-kaidah lembaga itu tidak saja mengontrol para anggota lembaga

tetapi juga anggota masyarakat yang ada di luar lembaga tersebut. Misalnya, di suatu daerah

terdapat sebuah lembaga pesantren yang mengelola sejumlah besar santri yang tinggal di

dalam pondok itu. Pengaruh pesantren tidak terbatas hanya pada santri, tetapi juga penduduk

di luar lingkungan pesantren.

b. Pengendalian berpribadi

Ialah pengaruh baik atau buruk yang datang dari orang tertentu yang sudah dikenal

luas. Bahkan silsilah dan riwayat hidupnya, dan teristimewa ajarannya juga dikenal. Dalam

pengawasan institusional sulit diketahui dari siapa pengaruh itu datang. Sebaliknya, dalam

pengawasan berpribadi mudah diketahui siapa pengontrolnya.

C. CARA PENGENDALIAN SOSIAL

Agar pengendalian sosial dapat berjalan secara efektif, perlu ditempuh cara-cara yang

sesuai dengan kondisi budaya masyarakat setempat. Ada dua cara pengendalian sosial yakni

pengendalian tanpa kekerasan dan pengendalian dengan kekerasan.

1. Pengendalian tanpa kekerasan

(persuasi).

Pengendalian ini biasanya ditujukan

kepada masyarakat yang hidup dalam

keadaan relatif aman dan tentram. Artinya

sebagian nilai dan norma sudah mendarah

daging pada diri warga masyarakat. Cara-

cara yang bisa ditempuh antara lain kotbah-

kotbah keagamaan, ceramah umum, pidato-

pidato pada acara resmi, dan sebagainya.

Gambar 12.8. Ceramah agama oleh K.H. Quraisy Shihab,

di hadapan Presiden SBY dan para pejabat tinggi negara

(Sumber : www.presidenri.go.id )

Bab XII Pengendalian Penyimpangan Sosial

173

2. Pengendalian dengan kekerasan (koersi)

Pengendalian ini biasanya ditujukan pada masyarakat yang sedang mengalami

perubahan sosial-budaya. Norma-norma yang telah lama ada dihadapkan pada norma-norma

atau ”budaya” baru. Pada hal norma yang baru ini belum melekat pada diri masyarakat. Jika

norma lama ingin dipertahankan, maka pengendalian sosial berfungsi untuk menolak norma

yang baru. Namun jika norma lama harus diganti dengan norma baru, maka pengendalian

sosial berfungsi untuk mendorong ditaatinya norma-

norma yang baru itu.

Pengendalian dengan kekerasan tentu saja tidak

boleh dilakukan semena-mena tanpa batas. Biasanya

pengendalian ini menimbulkan reaksi yang menentang

dari pihak-pihak yang menetapkan pengendalian.

Perlu diingat pula bahwa paksaan yang dilakukan terus

menerus tidak akan berhasil dengan baik.

Pengendalian dengan kekerasan dapat dibedakan

menjadi dua yakni, kompulsi dan pervasi. Kompulsi

bertujuan untuk memaksa masyarakat mematuhi

norma--norma yang berlaku. Misalnya hukuman

penjara. Sedangkan pervasi adalah penanaman norma-

norma secara berulang-ulang supaya hal itu bisa masuk

dalam kesadaran seseorang.

D. PERANAN PRANATA SOSIAL DALAM PENGENDALIAN

Pada bab sebelumnya kita telah membahas pengertian pranata sosial secara umum,

dalam arti semua pranata sosial yang ada di dalam masyarakat. Namun di antara sekian

banyak pranata sosial, ada yang secara langsung berperan dalam upaya pengendalian

sosial tetapi ada juga yang secara tidak langsung. Dalam bab ini akan kita bicarakan pranata

sosial yang secara langsung berperan dalam proses pengendalian sosial. Dikatakan secara

langsung karena keberadaan pranata sosial tersebut memiliki fungsi mengatur kehidupan

bermasyarakat.

Pengendalian sosial pada dasarnya adalah pengawasan. Pengawasan ini dilakukan secara

individual maupun kelompok. Agar dapat dilakukan secara efektif, diperlukan pranata khusus

yang mengatur perilaku warga masyarakat. Dalam setiap pranata terdapat aparat atau pihak

yang diberi wewenang untuk mengawasi atau mengendalikan orang-orang yang berperilaku

menyimpang. Beberapa pranata sosial yang ada dalam masyarakat kita adalah:

1. Kepolisian

Polisi itu aparat resmi pemerintah. Tugasnya antara lain memelihara ketertiban

masyarakat. Polisi berwenang untuk menangkap dan menahan setiap anggota masyarakat

yang dituduh atau dicurigai melakukan kejahatan atau meresahkan masyarakat. Misalnya

pencuri, perampok, pemerkosa, pembunuh, perusuh, dan sebagainya.

Gambar 12.9

. Pengendalian kompulsif

yang memaksa warga masyarakat patuh

pada norma-norma yang berlaku (Sumber :

www.soe-geng.wordpress.com)

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VIII

174

2. Pengadilan

Ini juga aparat pemerintah. Unsur-unsur yang ternmasuk aparat pengadilan antara

lain, hakim, jaksa, panitera, polisi, dan pengacara. Pihak pengadilan bertugas mengadili

orang yang dituduh atau dicurigai melakukan kejahatan atau pelanggaran hukum. Jaksa

bertugas menuntut plaku agar dijatuhi hukuman sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Hakim bertugas menetapkan dan menjatuhkan putusan berdasarkan data yang terungkap

di pengadilan. Pengacara atau pembela bertugas mendampingi pelaku untuk memberikan

pembelaan.

3. Tokoh Adat

Adat berkaitan dengan kebiasaan yang bersifat magis religius tentang nilai-nilai

budaya masyarakat tertentu. Tokoh adat berperan mengendalikan sikap dan perilaku

warga masyarakat agar sesuai dengan norma-norma adat. Bentuk pengendalian bisa berupa

penjatuhan sanksi yakni denda, teguran, atau pengucilan dari lingkungan adat.

Gambar 12.10

Pengadilan dan tokoh adat sebagai pranata sosial dalam pengendalian.

Gambar sebelah kanan adalah tokoh kharismatis pemimpin kesatuan adat Banten Kidul atau

kelompok masyarakat Pancer Pangawinan, Abah Encup Sucipta atau yang biasa disebut Abah Anom

(Sumber : www.images.iyankusmayadi.multiply.com )

4. Tokoh Agama

Tokoh agama adalah seseorang yang memiliki pemahaman, penghayatan, dan

pengamalan yang luas tentang agamanya. Misalnya ulama, uztad, pastor, pendeta, kyai,

biksu dan sebagainya.

5. Tokoh Masyarakat

Setiap orang yang dianggap berpengaruh dalam kehidupan sosial suatu kelompok

masyarakat sering disebut tokoh masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah orang-orang

yang terpandang atau terkemuka dalam masyarakat. Misalnya para pejabat atau penguasa,

cendekiawan, tetua adat, dan sebagainya. Pada zaman dulu, guru adalah tokoh masyarakat.

Namun seiring dengan perubahan zaman, saat ini guru tidak lagi dianggap sebagai tokoh

masyarakat. Seseorang dipandang sebagai ”tokoh” , biasanya karena yang bersangkutan

memiliki kelebihan tertentu dan dapat dijadikan panutan atau contoh di lingkungan

masyarakatnya. Karena seorang tokoh dipandang mampu mempengaruhi orang lain, maka

Bab XII Pengendalian Penyimpangan Sosial

175

yang besangkutan dapat mengendalikan masyarakatnya, misalnya dengan menggalang kerja

sama atau gotong royong di antara warga masyarakat.

Rangkuman

Norma-norma sosial mengatur dan mengendalikan perilaku individu dan hubungan

antarindividu agar tidak saling merugikan atau menyimpang dari nilai dan norma

tersebut. Karena itu, setiap anggota masyarakat haruslah mematuhi noram-norma

sosial tersebut. Namun tidak semua anggota masyarakat selalu mematuhi norma-

norma sosial yang berlaku di masyarakatnya. Ada sebagian anggota masyarakat yang

melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma sosial. Untuk mencegah

kecenderungan masyarakat melakukan penyimpangan sosial dibutuhkan pengendalian

sosial. Menurut sifat dan tujuannya, ada tiga jenis pengendalian, yakni pengendalian

preventif, represif, dan gabungan antara keduanya (preventif-represif). Ada dua cara

pengendalian sosial yakni pengendalian tanpa kekerasan dan pengendalian dengan

kekerasan. diperlukan pranata khusus yang mengatur perilaku warga masyarakat.

Dalam setiap pranata terdapat aparat atau pihak yang diberi wewenang untuk

mengawasi atau mengendalikan orang-orang yang berperilaku menyimpang

Latihan

A. Lengkapilah pernyataan di bawah ini dengan mengisi titik-titik yang ada, sehingga

menjadi pernyataan yang benar.

1. Pengendalian sosial pada dasarnya merupakan tindakan .... terhadap perilaku atau

kegiatan masyarakat.

2. Siswa yang melanggar peraturan sekolah dikenaisanksi. Ini adalah bentuk pengendalian ....

3. Pengendalian koersi biasanya ditujukan kepada masyarakat yang sedang mengalami ....

4. Salah satu pranata sosial yang berwenang melakukan pengendalian sosial adalah ....

5. Seorang ibu yang meberi nasihat kepada anaknya merupakan bentuk pengendalian ....

B. Pilihlah salah satu jawaban yang kamu anggap paling benar, dengan cara melingkari

huruf di depan alternatif jawaban yang tersedia.

1. Berikut ini adalah pengertian pengendalian sosial secara mendasar, kecuali :

A. Mengarahkan

B. Mendidik

C. Membimbing

D. Menuduh

2. Upaya menanamkan kesantunan, disiplin, dan ketertiban bagi anak usia dini merupakan

pengendalian sosial yang bersifat :

A. Represif

B. Preventif

C. Edukatif

D. Komunikatif

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VIII

176

3. Pengendalian yang bersifat formal dapat dilakukan oleh :

A. Tokoh adat

B. Polisi

C. Tokoh masyarakat

D. Tokoh pemuda

4. Pengendalian sosial dengan cara kekerasan dapat dilakukan misalnya dalam tindakan:

A. Membawa seseorang ke pengadilan

B. Memukul

C. Denda uang

D. Memenjarakan

5. Pengendalian dengan kekerasan dapat dilakukan terhadap orang yang melakukan

perbuatan :

A. Kurang komunikatif

B. Kurang sopan

C. Membuat onar

D. Tidak ramah

C. Jawablah pertanyaan berikut ini dengan ringkas tetapi jelas.

1. Jelaskan dengan kata-katamu sendiri mengapa perlu dilakukan engendalian sosial?

2. Bandingkan pengendalian yang bersifat kompulsif dan pervasif.

3. Kapankah pengendalian tanpa kekerasan dan dengan kekerasan dilakukan? Jelaskan

dengan contoh konkrit peristiwa di sekitarmu

4. Sebut dan jelaskan tiga proses sosial yang berhubungan denga pengendalian sosial.

Refleksi

Guntinglah berita-berita di koran-koran yang berisi tentang penyimpangan-

penyimpangan sosial yang terjadi. Mengapa terjadi penyimpangan sosial? Bagaimana

tanggapanmu terhadap pranata-pranata sosial yang ada dalam melaksanakan

tugasnya sebagai pranata penggendalian sosial? Apakah mereka sudah menjalankan

fungsinya dengan benar dan berhasil?